Jakarta, Volumedia – Pernahkah kamu melihat seseorang yang sedang terkena masalah namun terlihat seolah baik-baik saja? Perilaku tersebut merupakan contoh dari duck syndrome lho!
Tapi kok namanya duck syndrome? bukannya itu artinya sindrom bebek?
Eits, kamu pernah gak sih melihat bebek saat sedang berada di sungai? Tampak dari luar, bebek terlihat sangat tenang melewati perairan di sungai, tapi kamu tau gak kalau dilihat dari dalam air, kaki-kaki si bebek sedang sibuk mengayun agar dapat berenang.
Apa Itu Duck Syndrome?
Duck syndrome merupakan istilah yang pertama kali dipopulerkan di Stanford University. Menggunakan analogi seperti bebek yang sedang berenang, hal tersebut diibaratkan seseorang yang selalu terlihat tenang, senang, dan bahagia di luar padahal kenyataannya dia sedang menyimpan segala masalah di dalamnya.
Sindrom satu ini memang belum secara resmi dinyatakan sebagai gangguan kesehatan mental tetapi, dapat membuat orang yang mengidapnya cenderung merasakan stress, gangguan kecemasan dan juga depresi.
Hal tersebut dikarenakan menyembunyikan perasaan dapat mengakibatkan tekanan menjadi lebih berat.
Selain itu, rasa kesepian dan sendirian dapat menambah seseorang yang mengidap sindrom satu ini semakin menekan emosinya lebih dalam lagi.
Uniknya, banyak pengidap sindrom ini berada di usia dewasa awal lho! Hayoo, siapa yang suka gak sadar ternyata dirinya punya sikap seperti duck syndrome ini?
Pada usia dewasa awal, seseorang akan mendapatkan banyak tuntutan dan ekspektasi berlebih dari luar lingkungannya terhadap dirinya.
Terlebih lagi di era serba digital seperti saat ini. Kehadiran media sosial yang memudahkan kita untuk saling terhubung dengan orang lain.
Tak sedikit orang-orang di media sosial berlomba-lomba untuk menampilkan citra terbaiknya yang sayangnya semua itu tidak seperti kenyataannya.
Bahkan, ada ungkapan populer di media sosial yang berbunyi “Tak semua yang di media sosial sesuai dengan yang ada di kenyataan”.
Jika kamu sedang merasakan hal seperti ini, jangan pernah ragu untuk melakukan konseling dengan psikolog maupun orang-orang yang kamu anggap dapat membantu kamu.
Jika bercerita ke orang lain rasanya masih terlalu berat untukmu, hal pertama yang dapat kamu lakukan adalah jujur kepada diri kamu sendiri. Jangan pernah menggunakan topeng orang lain ketika kamu sedang bersama dirimu.
Lakukan self talk dan ungkapkan apa-apa saja yang sekiranya membuatmu tertekan.
Tips Mengatasi Duck Syndrome:
Berbicara secara terbuka
Berbicaralah dengan orang-orang terdekat tentang perasaan dan kekhawatiran kamu. Kadang-kadang, berbagi cerita dengan orang lain bisa membantu mengurangi beban dan tekanan.
Batasi waktu di media sosial
Sadari penggunaan media sosial kamu dan pertimbangkan untuk mengurangi waktunya di platform tersebut. Jangan terlalu banyak membandingkan diri kamu dengan orang lain di dunia maya.
Fokus pada pencapaian pribadi
Alihkan perhatian kamu dari perbandingan dengan orang lain dan fokuslah pada pencapaian dan kemajuan pribadi kamu sendiri.
Kenali kelebihan dan kelemahan kamu
Belajarlah untuk menerima diri kamu apa adanya. Nikmati kelebihan kamu dan hadapi kelemahan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang.
Validasi apa yang sedang kamu rasakan
Semua emosi mulai dari rasa sedih hingga gembira yang kamu rasakan adalah valid. Kamu tidak akan bisa hidup tanpa rasa sakit dan begitu pula sebaliknya. Jangan tekan dan kubur apa yang kamu rasakan.
Terimalah semua emosi tersebut, biarkan kamu merasakannya tanpa harus menghindar.
Baca juga: Meredakan Stress, Ini 7 Manfaat Berpelukan Yang Wajib Kamu Tahu!
Memiliki sifat yang tenang dalam menghadapi sebuah masalah memang hal yang baik, tapi menyembunyikan perasaanmu yang berantakan agar tetap terlihat baik-baik saja bukanlah hal yang menyenangkan.
Duck syndrome ini juga gak boleh kamu sepelekan lho Ultimate People! Apabila kamu terus-terusan merasa seperti ini, jiwamu akan terasa tenggelam dalam tekanan-tekanan yang selalu kamu coba sembunyikan.
Hal ini dapat berujung pada pemikiran untuk menyakiti diri sendiri, hingga melakukan percobaan bunuh diri.
Hiduplah dalam duniamu sendiri, bukan dalam ekspektasi orang lain.
Kamu hanya hidup satu kali, bukannya membuang waktu rasanya untuk hidup seperti orang lain?